UrbanEggs, “Tetas” enam karya musik instrumental


Laporan, Subhan Makkuaseng

Rabu malam (28/10) 2010 hujan belum reda. Apa jadinya jika hujan turun deras pada saat-saat pertunjukan? Panggung terbuka untuk sebuah pertunjukan pastinya tetap beresiko dengan suasana seperti ini. Panggung in-door Societeit de Harmonie Makassar biasanya dipakai pertunjukan tak mungkin digunakan karena masih menjalani ”operasi bedah”. Itu terlihat kerangka atapnya belum selesai.
Pukul 18.00 Wita hujan tersisa gerimis. Panggung arena bagian belakang gedung yang dibatasi tembok rumah warga ini sudah dipadati penonton satu persatu. Mereka rata-rata datang dengan mengenakan baju khusus cuaca dingin seperti switter atau jaket, celana panjang mereka gulung untuk menghindari kotor gara-gara beceknya jalanan.
Sesuai jadwal Konsert musik UrbanEggs 28 Oktober tahun 2010 akhirnya digelar. Ia menjelaskan tajuknya “ bunyi bebas nilai”. Enam buah karya ditetas satu persatu malam itu. Terlihat penonton menikmati irama musikal instrument ini. Satu karya berlalu, terdengar lagi tepuk tangan penonton beri penghargaan tanda salut atas arrasemen musikal mereka. Aristofani Fahmi salah satu penggagas ide sekaligus personil musisinya, iapun menyampaikan penggalan-penggalan latar belakang lahirnya tiap karya.
Alat musik etnik seperti “Ganrang” beradu dengan instrumen musik moderen Plute, gitar, piano, banjo dan alat musik elektrik lainya, terdengar santun ditelinga. Karya ini begitu berbeda dibandingkan musik yang digemari anak muda sekarang. Selain itu masing-masing pemain memiliki skill bervariasi pula, bahkan disetiap pergantian karya, kadang-kadang pemain bergantian memainkan alat musik yang berbeda.
Seperti karya berjudul “Rimang” cukup menyentuh dan menarik simpatik, ia mengajak orang kemasa lampau Masyarakat Sul-sel “mentransformasi” lewat bunyi gesekan “ Sinrilik”. Sinrilik menjadi indah mengungkapkan kebersahajaanya mengiringi bahasa tutur kasih sayang dialek makassar. Konsep Rimang merupakan konsep kasih sayang garapan musical instrument. Alat-alat musik moderen mengiringi arti kebersahajaan Rimang, tanpa memangkas karena perbedaan nada. Kedua nada justru saling saling mengisi.
Menurut Aristofani Fahmi, eksplorasi penafsiran karya Rimang ini adalah pencapaian kualitas kepada sesama mahluk. Bentuk penafsiran pada karya ini dilakukan lebih pada ungkapan ketundukan pada kualitas sosok “Rimang” kasih sayang. Karya Ini berkesan, penontonpun menikmati dan menghayatinya. Pemain Sinrilik, dimainkan oleh Anjar pelaku aktif Sanggar Paropo di Makassar.
Selain karya Rimang, itu tercurah juga beberapa karya Aristofani lainya seperti, ABM, Anak Bura’ Malie (ABM Fantasia) karya eksekusi etnomusikalisasi dari pencapaian gelar sarjananya di STSI Solo Jawa-Tengah beberapa tahun lalu. Dan sementara , Thinks by Rhythm digarap untuk khusus performa UrbanEggs kali ini. Selain Karya Arsitofani sapaan akrab Itto ini, juga terdapat karya lainya. Seperti # Salomet (2008-2007) digarap A Tenri Ajeng, dan Pa,bundukan, Yanuar Ramadhana, Jalanku, Rezki Ramadhana. Dan karya terakhir digiring bersama vocal Imelda “ Masykur”.

Piranti lunak tema “ Bunyi Bebas Nilai”
Dalam sesi diskusi, budayawan Sulsel Ishaq Ngejrlatan selaku pembedah memberi arti bahwa karya UrbanEggs adalah sesuatu yang hidup seperti piranti lunak cipta budaya akan mentrans atau membatin dalam diri, sama halnya hasil cipta candi Borobudur Jawa-tengah. Borobudur sebagai candi yang berpiranti keras, namun piranti lunaknya ada pada epos kisah-kisah Sindartagautama dibalik relief reliefnya. Jika karya-karya UrbanEgss ini tak latah dan hilang menjadi sikap-sikap sepuluh tahun akan datang akan menjadi piranti-piranti hasil cipta kebudayaan dari sikap-sikap bermusiknya mengkristal masuk kedalam jiwa kita kedepan.
Pengertian bunyi bebas nilai menurut Ishaq, jika ia ibaratkan sebuah huruf seperti U, B, K atau lain akan menjadi biasa-biasa saja akan tetapi huruf itu berpotensi menjadi nilai. “Seperti Aaaahh, auh, atau ditambahkan, Ku. Aku, Daku, Kuda itu mulai terdengar dan ber arti”, kata Ishaq. Sebuah nada Do, hanya kembali kepengertian do saja, namun ketika bergerak dan tersusun dan teratur itu menjadi sangat beraturan Re ditambah Mi dan seterusnya menjadi teratur memberi nilai. Dia akan bebas membentuk nilai. Namun bukan cuma karena mengharuskan seperti Do-Re-Mi, ketika dia tersambung apa saja itu memberi arti sendiri apa yang kita rasakan dan kita beri arti.
Sebuah karya musik satu nada saja bisa memunculkan sepuluh pendapat, lanjut pemerhati kebudayaan Sul-sel ini. Menurutnya lagi, bahwa semua ini akan berproses menjadi terus dari nada itu menjadi makin berkualitas. Bagi Ishaq pemerintah harus merasakan atau membantu, karena itu sudah menjadi kewajiban mereka untuk mengawal bentukan seperti ini.
Diakui sebelumnya, Aristofani, menggagas tema ini dilakukan dengan sengaja agar tema “Bombastis” dengan wacana yang bebas. Walaupun banyak kalangan membantah wilayah ilmu pengetahuan dan seni sekalipun, tak ada yang bebas nilai.
Namun catatan Aristofani (Itto) Pemahaman bebas nilai bagi UrbanEggs , “ bunyi bebas nilai “ bukanlah bunyi yang tak memiliki nilai, melainkan bunyi yang lahir dari instrumen musik yang dibebaskan dari nilai asalnya. Jadi ibarat Pada produksi UrbanEggs kali ini adalah satu terminal menuju terminal lainya.
Kalau tak salah, 2008 lalu. UrbangEggss membawa tema perdana, yaitu “ Mainminemind”. Karya-karya perdana mereka perdegarkan kepada kalangan mahasisawa di kampus-kampus yang ada di kota Makassar, termasuk di Universitas Muslim Indonesia yang di pasilitasi, UKM Seni Umi. Selain gelar karya ia membuka sesi diskusi untuk membangun jaringan penikmat kalangan muda, juga dirangkaikan workshop menggarap musik dengan cara yang mudah.

(Subhan Makkuaseng 29 Oktober 2010)

1 thoughts on “UrbanEggs, “Tetas” enam karya musik instrumental

Tinggalkan komentar